KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA EKONOMI
RAKYAT
Koperasi sebagai sebuah lembaga
ekonomi rakyat telah lama dikenal di Indonesia, bahkan Dr. Muhammad
Hatta, salah seorang Proklamator Republik Indonesia yang dikenal sebagai Bapak
Koperasi, mengatakan bahwa Koperasi adalah Badan Usaha Bersama yang bergerak
dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah
yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak dan kewajiban
melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para
anggotanya.
Menurut UU No. 25 tahun 1992 tentang
Perkoperasian, dalam Bab I, Pasal 1, ayat 1 dinyatakan bahwa Koperasi
adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi
sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Sedangkan
tingkatan koperasi dalam UU tersebut dikenal dua tingkatan, yakni Koperasi Primer
dan Koperasi Sekunder. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh
dan beranggotakan orang-seorang, dan Koperasi Sekunder adalah Koperasi
yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.
Tujuan pendirian Koperasi, menurut
UU Perkoperasian, adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian
nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Secara konsepsional, Koperasi
sebagai Badan Usaha yang menampung pengusaha ekonomi lemah, memiliki beberapa
potensi keunggulan untuk ikut serta memecahkan persoalan social-ekonomi masyarakat.
Peran Koperasi sebagai upaya menuju demokrasi ekonomi secara
kontitusional tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945. Namun dalam perjalanannya, pengembangan
koperasi dengan berbagai kebijakan yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia, keberadaannya masih belum memenuhi kondisi sebagaimana yang
diharapkan masyarakat.
Secara kuantitatif jumlah koperasi
di Indonesia cukup banyak, berdasarkan data Departemen Koperasi & UKM
pada tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 28,55%, sedangkan
yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Dengan
demikian, dari segi kualitas, keberadaan koperasi masih perlu upaya yang
sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan
lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam
berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi
terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih
sangat besar.
Dalam teori strategi pembangunan
ekonomi, kemajuan Koperasi dan usaha kerakyatan harus berbasiskan kepada dua pilar
:
1. Tegaknya sistem dan mekanisme pasar yang sehat
2. Berfungsinya aransmen kelembagaan atau
regulasi pemerataan ekonomi
yang effektif.
Namun dalam kenyataan yang dirasakan
hingga saat ini, seringkali terjadi debat publik untuk menegakkan kedua
pilar utama di atas hanya terjebak pada pilihan kebijakan dan strategi
pemihakan yang skeptis dan cenderung mementingkan hasil daripada proses
dan mekanisme yang harus dilalui untuk mencapai hasil akhir tersebut.
Di samping lembaga Koperasi yang
telah dikenal, saat ini juga berkembang lembaga Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
yang merupakan lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil bawah
(golongan ekonomi lemah) dengan berlandaskan sistem ekonomi Syariah Islam. Badan
Hukum dari BMT dapat berupa Koperasi untuk BMT yang telah mempunyai kekayaan
lebih dari Rp 40 juta dan telah siap secara administrasi untuk menjadi koperasi
yang sehat dilihat dari segi pengelolaan koperasi dan baik (“thayyiban”)
dianalisa dari segi ibadah, amalan shalihan para pengurus yang telah mengelola
BMT secara Syariah Islam. Sebelum berbadan
hukum koperasi, BMT dapat berbentuk
sebagai KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat yang dapat berfungsi sebagai Pra
Koperasi.
Tujuan berdirinya BMT adalah guna
meningkatkan kualitas usaha ekonomi bagi kesejahteraan anggota, yang
merupakan jamaah masjid lokasi BMT berada pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan ekonomi umat sebagai bagian dari
pembangunan ekonomi kerakyatan, maka sudah seharusnya memanfaatkan dan
memberdayakan Koperasi dan BMT sebagai lembaga yang menghimpun masyarakat ekonomi lemah
dengan mengembangkan iklim usaha dalam lingkungan sosial ekonomi yang sehat
dan menggandeng lembaga-lembaga pemerintahan daerah, organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha, dan Lembaga Perbankan Syariah , yang sedang
berkembang saat ini di Indonesia, dalam sebuah
bentuk kemitraan berupa pembinaan
manajerial koperasi, bantuan pengembangan perangkat dan sistem keuangan mikro,
serta kerjasama pendanaan dan pembiayaan .
Dengan membuat sebuah program
kemitraan bagi BMT, maka diharapkan dapat mengembangkan usaha-usaha mikro,
sebagai pelaku utama ekonomi kerakyatan, yang akan sulit jika dibiayai dengan
menggunakan konsep perbankan murni, dan di sisi lain kemitraan ini juga akan
meningkatkan kemampuan Koperasi dan BMT sebagai lembaga keuangan alternatif yang
akhirnya program ekonomi Kerakyatan yang didengung-dengungkan selama ini
dalam mencapai visi mencapai kesejahteraan lahir dan bathin, insya Allah akan
dapat terwujud. Namun sebelum mewujudkan visi masyarakat sejahtera lahir dan
bathin, kita harus menyadari bahwa makna kesejahteraan yang ingin dicapai
bukan hanya dari sisi materi semata, tetapi lebih dari itu yakni mempunyai
ketersinggungan dengan apek ruhaniah yang juga mencakup permasalahan persaudaraan
manusia dan keadilan social ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan
individu, kebersihan harta, kedamaian jiwa dan kebahagiaan, serta keharmonisan
kehidupan keluarga dan masyarakat, sehingga mendiskusikan konsep kesejahteraan
tersebut tidak terbatas pada variable-variabel ekonomi semata, melainkan juga menyangkut moral, adat, agama, psikologi, sosial, politik,
demografi, dan sejarah .
[1]
Muslimin Nasution, Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan untuk
Agroindustri, Bogor: IPB-Press, 2002
[2] Soeharto
Prawirokusumo, Ekonomi Rakyat (Konsep, Kebijakan, dan
Strategi), Yogyakarta:BPFE,2001
[3] Bustanul
Arifin & Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik dan Kebijakan
Publik, Jakarta:Grasindo, 2001
[4] Merza Gamal,
Pemberdayaan Dana Zakat, Infaq, Sadaqah dalam Mendukung
Program Pembangunan Ekonomi
Kerakyatan Provinsi Riau, Makalah, Bogor: PS-MPD,
IPB, 2002
Penulis: Merza Gamal <[EMAIL
PROTECTED]>
sumber :
www.nildatartilla.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar